Sabtu, 19 Januari 2008

Provokasi

Provokasi Awal Tahun
( Rethinking )
Sejenak kita melayangkan alam maya kita pada pergantian abad, semua sunnatullah yang mesti terus terjadi, bergulir mengiringi masa-masa kita yang penuh warna, ada saat kita sebarkan aroma wangi, ada saat juga kita jalani dengan aroma tak sedap, tetapi kita selalu menolah menjadi koma, yang tertunduk lalu kita mati suri bersama janin waktu yang terus bergulir.
Tulisan ini, saya harapkan bukan sebagai sebuah pidato, sebab saya khuatir sebuah pidato hanya tinggal didinding-ding, didalam file dokumen, tanpa memberikan sebuah perubahan besar untuk pemerdekaan kita, tetapi tulisan ini lebih pada Provokasi sebab provokasi mampu mengugah nalar, membongkar tirani yang bersarang dikepala kita.



Pertanyaan terbesar diawal tahun ini adalah, Siapa Musuh Kita Yang Paling Besar ? pertanyaan inilah yang menjadi perdebatan panjang sahabat-sahabat, sehingga penulis menjadi buah semala kama untuk memilih satu opsi, dari jawaban yang bervatiasi itu ada yang mengatakan musuh kita terbesar adalah kapitalisme gelobal, yang mengatur semua kebu Tuhan wilayah tata ruang kita, apa I ya ? atau emang benar ? dan pendapat kedua mengatakan musuh kita terbesar adalah bencana alam, militerisme, penguasa yang diktator, yang terus menabuh genderang dan menari-nari didepan mata kita.
Kedua pendapat tadi, ada benarnya, tetapi penulis tidak memposisikan diri untuk mengambil salah satu dari pendapat itu..
Sehingga penulis tidak menjelaskan kedua tetapi lebih pada pikiran subjektif dari penulis, sehingga menjadi sia-sia sahabat membaca tulisan ini, karena sangat subjektip.
Tetapi penulis ingin mengatakan satu hal penting yang menjadi musuh kita terbesar hari ini, adalah diri kita sendiri, pikiran kita , yang mentirani maidset berpikir, membelengu, hingga boleh jadi telah mendarah daging dikepala kita.
Inilah musuh kita terbesar hari ini, kita kita tidak tahu apa yang kita mau, gamang, dan tidak terorganisir.
Berbicara pada awal tahun hari ini, pertanyaan kita terbesar lagi adalah apakah kita merasakan hal yang sama seperti diatas ? atau justru jauh berbeda.jawabannya saya serahkan pada anda, sebab saya tidak punya otoritas untuk memaksa anda sepakat.

Read More..

Berugak Sastra

KARIKATUR

Terlalu rumit untuk dipecahkan
Terlalu sulit untuk dibaca
Karena ia benang kusut
Yang merangkai jiwa dan pikiran
Dan tidak bisa disadari sebagai sebudah kesadaran
Tapi apakah ia akan terus seperti itu......?
Tidak aku.......tidak ingin.........
Tapi bagaimana kau membacanya?
Bukankah karikatur itu adalah bayanganmu?
Bukankah karikatur itu adalah refleksi dari jiwamu?
Ya......kesadaranku memang mengatakan demikian
Tapi kesadaran tak bisa membuatku bertelanjang kalau itu bukan aku dan
Karikatur itu juga masih menjadi hal misterius
Walau ia melekat dan selalu bersama bayangan ku
Karena arah angin berhembus
Ia bergandengan dengan tanganku dan mengajakku berlari kesamudra yang tak bertepi
Saat ombak menghantam, ombak tak surut
Lalu tersadar saat itu aku bukan diriku......
Lalu kemanakah aku ?
Apakah ia terhanyut dalam samudra itu sebelum ia bertepi.....?
Atau malah tak sampai pada tepian samudra itu....?
Karena ia karam lalu mati
Bisa saja terjadi demikan bukan......?
Hingga pada kematianpun.......
Karikatur belum terurai juga......



Lalu kapan masanya......?
Benarkah karikatur itu adalah diriku ?
Atau dia wujud dari orang lain?
Atau bayangan maya yang mencoba melesat.....
Pada diriku dan mencoba menjadi aku ?
Lalu aku terperangkap, terjebak dalam jejaring karikatur itu ...
Hingga membuatku lunglai dimimpi sabana
Sekali lagi........apakah dia adalah karikaturku......
Kalau ia, kenapa aku tidak mampu mengurainya....? ada apa ini ?
Atau sengaja aku ditakuti dan menakuti bayanganku ku sendiri .....
Entahlah karena kesadaran itu belum sempat bisa aku senggamai.....
Kalau memang ia itu adalah karikaturku
Aku tak ingin memaksakan hal pada orang lain untuk memahami aku...
Lalu membuat orang akan terjebak pada karikatur aku....
Cukup....aku yang menyelaminya
Dan bersenggama dengannya
Tanpa seorang tahu bahwa itu....aku
Dalam karikatur sendiri....

2
karikatur itu tak berwajah
makanya ia hadir selalu pada saat kesadaran akan diri kita datang,
ia menjelma tak pasti, kadang ia bisa datang ditempat sepi, ramai atau ditempat kelabu dan ditempat suci
karikatur itu juga hadir saat kita sedang mengalami berhadapan kegalauan yang sulit kita pecahkan
kadang juga kita sadar tak selamanya itu adalah bayangan kita
karena dia adalah kegalauan, dan kecemasan pada jiwa yang cadas dan tandus
karikatur itu juga bisa karena kecurigaan pada diri sendiri......
atau memang ia melesat ke kita karena kita tak mampu mengeja diri ....
tapi aku tak usah terlalu mengejanya...
karena bukan hanya aku yang punya karikatur ....
tetapi...
kamu dan mereka juga punya...
tapi jarang ia tersadar dan melihat karikatur itu...
barangkali kita terlalu bodoh atau kita memang sangat pintar
atau juga kita terlalu sibuk hingga kita lupa eksistensi kita...
entahlah aku tidak berani mengatakan itu benar atau salah
karena kita mempunyai cara berbeda untuk mengeja diri kita


Malam Kamis,...........Nov 20005
Pojok Kamar Sepi


Read More..

Artikel

GO TO HELL WITH YOUR RELIGION
L.A.Yaqin.S

Setiap agama besar pada awal kelahirannya ialah tampil sebagai gerakan kritik terhadap berbagai pelecehan hak-hak asasi manusia yang terjadi dalam masyrakat , kehidiran agama oleh penguasa selalu dicurigai dan di benci dan ingin dimusnahkan karena suara para nabi sarat dengan pesan dan semangat keadialan yang membuat gelisah para tiran yang hanya memihak pada kepentingan dirinya.
Terkait dengan tema diatas go to hell with your religion ( pergi keneraka dengan agama mu) lalu pertanyaan kemudian agama seperti apa yang menyesatkan itu? Agama dalam bahasa sansekarta berarti “A” artinya tidak dan “ Gama” berarti bengkok maka agama diartikan “ tidak bengkok” artiya “Lurus”. Maka ketika orang menganggap apa yang menjadi pengangannya (belirfe) kepercayaaa mereka benar dan kebenaran itu ada pada gama, maka dengan dengan tidak segan-segan mengangkat golok membunuh saudara kemanusiannya sendiri demi sebuah kebenaran yang diyakini, maka fungsi agama saat itu hanya sebuah platform yang menjadi panji pembenaran pribadi.



Banyak kisah dari sejarah yang dapat dipetik hikmahnya, taruhlah paham-paham sesat seperti yang disebut-sebut saat ini, contoh Ahmadiyah yang sudah bertelanjang bulat dipangung sejarah yang mengusung paanji-panji agama sebagai pemenaran terhadap kenabian Mirza Gulam Ahmad dan bukan sang Mirza yang anak kemarin sore mengakui dirinya sebagai nabi tetapi pada zaman Khalifah Abu Bakar pun sudah terjadi seperti Musailamah alkazab yang dengan identitas agama mengangkat sorban dan mengakui dirinya sebagai Nabi. Dan kesesatan-kesesatan iotu terus berdendang dari waktu ke waktu .
Dalam sejarah islam juga sudah tercatat adanya firqah-firqah-firqah ( golongan) dilingkatan umat Islam yang antara satu sama lain berbeda pendapatnya dalam suatu masalah dan sangat sulit untuk diseragamkan. Hal ini sudah menjadi fakta dalam sejarah yang tak bisa ditutup-tutupi dan sudah menjadi ilmu pengetahuan yang termaktub dalam kitab-kitab agama terutama kitab Usuluddin, didalam kitab usuludin kita akan menjumpai perkataan-perkataan Syiah, Kwarij, Mutazilah, Qadariah, Jabariyah, Aswaja,Mujasimah, Bahaiyah, Ahmadiyah, Wahabiyah, dan lain sebagainya.
Umat Islam yang berpengetahuan agama tentunya tidak heran melihat dan membaca hal seperti ini karena kanjeng Nabi Muhammad SAW sudah juga mengambarkan pada masa hidup beliau.
Lalu kemudian kita kembali melihat istilah agama sesat itu versi siapa? Tidak hanya terbatas pada aliran. Dan di Indonesia banyak sekali yang diklaim sebagai ajaran sesat, sehingga yang merasa dirinya paling pada agamanya akan membumi hancurkan agama yang disebut sesat tersebut, apakah itu sebuah solusi? Jelas tidak, barangkali bisa kita benarkan kalau dulu pada zaman khalifah memerangi nabi-nabi palsu karena islam saat itu masih labil dan kalau itu tidak dileyapkan maka apa yang kita temukan sebagai generasi islam sekarang karena ke orisinilan ajaran islam sudah dikamuplase oleh keadaan.
Tetapi sekarang, tentu tidak relevan pendekatan yang dulu dipakai dengan sekarang, jangan salahkan siapa-siapa kalau mereka sesat. Mereka juga manusia dan punya alasan sendiri-sendiri mereka berbuat seperti itu.sehingga jangan sampai kita saling mnyerang dengan teriakan yang sama : ”Allah Huakbar” maka Go to hell with your religion.
Jadi persoalan keyakinan adalah hak individu dan islam mengajarkan untuk menghargai keyakinan orang lain terlepas apakah sejalan dengan ajaran islam atau tidak. Menurut penuturan al-quran Tuhan saja tidak main paksa agar manusia beriman dan bersujud padanya, Tuhan sangat persuasif dalam mendidik manusia.

Wasslam

Read More..
Selamat datang di Web Kanak sasak selaparang silak simpang lek pendopo selaparang maya niki..……..”Merdeka itu adalah beban. Selangit beban diatas pundakmu sendiri. Merdeka itu adalah penderitaan, merdeka adalah sejuta penderitaan yang tak ada putus-putusnya. Merdeka berarti kamu berjalan sendirian, kamu tidak punya tuan dan majikan yang akan menolongmu kalau kamu celaka. Merdeka itu berarti kamu harus meghadapi keperihan, kesengsaraan, nasib buruk itu senddiri. Merdeka itu sakit yang maha besar. Tapi kamu harus bangga karena kamu yang terpilih untuk memikulnya. Berarti kamu dianggap mampu, kamu masih dipercaya. Kalau kamu masih dipercaya berarti kamu masih diperhitungkan. Kalau kamu masih diberikan kesengsaraan, berarti kamu masih hidup. Kamu belum menjadi mayat, belum menjadi robot, belum mati seperti yang lainberarti kamu masih merdeka. Goblok kalau kamu mau berhenti merdeka. Mengerti?” (Cuplikan cerpen Merdeka karya Putu Wijaya) Sebagai bahan renungan.